Awal Ketertarikan Pemerintah Hindia Belanda
Pada tahun 1852, Pemerintah Hindia Belanda mulai menunjukkan minat serius untuk mengembangkan bagian hilir Sungai Bengawan Solo. Ketertarikan ini muncul karena potensi besar wilayah tersebut dalam hal pengembangan pertanian dan pengendalian banjir yang dapat mendukung perekonomian daerah.
Kajian Detail Pengembangan Solo Vallei Werken
Pada tahun 1881, Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan kajian detail mengenai pengembangan bagian hilir Bengawan Solo. Proyek ini dikenal dengan nama Solo Vallei Werken. Kajian ini mencakup rencana teknis yang matang untuk membangun jaringan irigasi dan sistem pengendalian banjir yang terintegrasi, dengan tujuan meningkatkan produktivitas pertanian dan melindungi daerah dari banjir.
Pembelian Tanah dan Pembangunan Infrastruktur
Antara tahun 1893 hingga 1898, Pemerintah Hindia Belanda melakukan pembelian tanah dari masyarakat sepanjang 165 km dengan lebar 150 meter. Area ini diberi nama “Solo Vallei Werken” dan direncanakan untuk pembangunan Saluran Induk serta fasilitas pengendalian banjir. Langkah ini merupakan bagian dari upaya besar untuk meningkatkan infrastruktur pengairan di wilayah Solo Vallei.
Penangguhan Pembangunan karena Keterbatasan Biaya
Pada tahun 1930, proyek pembangunan Saluran Induk terpaksa dihentikan karena keterbatasan biaya. Krisis ekonomi global dan berbagai masalah internal di Belanda saat itu mempengaruhi pendanaan proyek-proyek besar di wilayah jajahan, termasuk proyek Solo Vallei.
Penertiban dan Inventarisasi oleh Pemerintah Indonesia
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1972, Pemerintah Indonesia melaksanakan penertiban dan inventarisasi tanah Solo Vallei. Langkah ini bertujuan untuk melanjutkan proyek irigasi yang sempat tertunda dan memastikan bahwa lahan yang sudah dibebaskan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan irigasi dan pengendalian banjir di Solo Vallei.